Minggu, 28 Oktober 2012

Pgsd I: Sistem Numerasi dan Nilai Tempat


KONSEP DASAR  MATEMATIKA 1
NILAI TEMPAT & SISTEM NUMERASI













DISUSUN OLEH :

FITRYA AMALINA                           (1286 206 280)
IBNU ITSNAINI                                (1286 206 324)
SISKA                                                 (1286 206 153)
TRISNA AGUSTAMA                      (1286 206 268)

KELAS I
SEMESTER 1


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UMT
2012




KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami berhasil menyelesaikan penyusunan tugas makalah ini dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis mempersembahkan makalah yang berjudul “Nilai Tempat & Sistem Numerasi” yang menurut kami berguna bagi kita semua untuk memepelajari tentang manajemen pendidikan.

Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang saya buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca.

Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman dan dosen atas kerjasamanya yang telah membantu sehingga terselesaikannya tugas makalah ini dengan baik

Semoga bermanfaat



            Tangerang, 24 Oktober 2012
                                                                                                 Penyusun










i



DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR      i
DAFTAR ISI                  ii

BAB 1  PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang                                                1
B.      Rumusan Masalah                              1
C.      Tujuan                                                 1
BAB 2  PEMBAHASAN

A.      Nilai Tempat                                       2
a.      Pengertian Nilai Tempat              2
b.      Macam-Macam Nilai                   3

B.      Sistem Numerasi
a.      Pengertian Sistem Numerasi        3
b.      Sistem Numerasi Yang Dikenal    3
1.      Yunani                                     3
2.      Romawi                                   5
3.      Cina                                         9
4.      Hindu-Arab                              10
5.      Babilonia                                 12
6.      Mesir                                       13
7.      Jepang-Cina                            14
8.      Maya                                       15

BAB 3 PENUTUP
A.      Kesimpulan                                        16
B.      Kritik & Saran                                     16
DAFTAR PUSTAKA                                          17



                                                                                                                                            ii

      

BAB 1
PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG
Nilai merupakan sesuatu yang dapat menunjukan kualitas, dan dengan nilai kita dapat mengenal istilah yaitu nilai tempat. Sebelum kita belajar tentang nilai tempat kita perlu mengetahui bilangan dan lambang terlebih dahulu.
Menurut sejarah ketika orang melakukan kegiatan membilang atau mencacah kebingungan untuk memberikan lambang bilangannya. tetapi kemudian dibuatlah sistem numerasi yaitu sistem yang terdiri dari numerial (lambang bilangan/angka) dan number (bilangan). Sistem numerasi adalah aturan untuk menyatakan menuliskan bilangan dengan menggunakan sejumlah lambang bilangan.
B.      RUMUSAN MASALAH
1.      Apa definisi dari nilai tempat dan sistem numerasi?
2.      Apakah ada hubungan antara nilai tempat dan sistem numerasi?
C.      TUJUAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui apa yamg dimaksud nilai tempat dan juga mengetahui bagaimana sistem-sistem numerasi di berbagai wilayah.










BAB 2
PEMBAHASAN

A.    NILAI TEMPAT
a.      Pengertian Nilai Tempat
 Untuk menyebut hasil membilang diperlukan bilangan, dan untuk menyatakan bilangan perlu lambang. Tentu saja kurang praktis dan mempersulit pekerjaan jika setiap dua bilangan yang berbeda mempunyai lambang atau susunan lambang yang sama sekali berbeda. Dapat dibayangkan bagaimana sulitnya kita mengingat jika bilangan-bilangan dari 1 sampai 1000 masing-masing menggunakan lambang yang sama sekali berbeda satu sama lain. Ini berarti bahwa kita perlu mencapai lambang-lambang bilangan yang terbatas, dan membuat peraturan yang sistematis dan tata asas untuk menyusun lambang bilangan yang manapun, sehingga berbentuk sistem numerasi.
 Suatu sistem numerasi disebut sistem tempat jika nilai dari lambang-lambang yang digunakan menerapkan aturan tempat, sehingga lambang yang sama mempunyai nilai yang tidak sama karena tempatnya berbeda. Sistem nilai tempat yang pernah dikenal adalah sistem Mesir kuno, sistem Yunani kuno, sistem Cina, sistem Maya, dan sistem Hindu-Arab.
 Sistem ini menentukan sepuluh lambang dasar (pokok) yang disebut angka (digit), yaitu 0.1.2.3.4.5.6.7.8, dan 9. pemilihan sepuluh angka dipengaruhi oleh banyaknya sepuluh jari-jari tangan (kaki), yaitu 10, sehingga sistem ini lebih dikenal dengan sebutan sistem desimal (latin: decem=10)
Di dalam desimal, penulisan lambang bilangan menggunakan pengelompokan kelipatan 10:
1.      Bilangan-bilangan dari 0-9 dilambangkan = lambang angka.
Nol    = 0                        Lima           = 5
Satu  = 1                        Enam          = 6
Dua   = 2                        Tujuh         = 7
Tiga   = 3                        Delapan      =8
Empat=4                        Sembilan    =9

2.    Bilangan yang satu lebih dari bilangan 9 disebut 10. Bilangan 10 terdiri atas sepuluh satuan. Pengelompokan sepuluh satuan menjadi satu menghasilkan :
Satu Puluhan IIIIIIIIII     = 10 satuan =1 puluhan
Lambang satu puluhan adalah sepuluh. Lambang-lambang kelipatan sepuluh adalah:
20          = dua puluh, memuat dua puluhan
30          = tiga puluh, memuat tiga puluhan
90          = sembilan puluh, memuat sembilan pulihan.
Perhatikan peragaan-peragaan berikut :
                    ©© © ©©        ©© © ©©
                    © © © © ©    © © © © ©             = dua puluh = 20

             ♪♪              ♪♪
♪♪              ♪♪              ♪♪
                   ♪♪              ♪♪              ♪♪     = tiga puluh = 30
♪♪              ♪♪              ♪♪
              ♪♪              ♪♪

b.      Macam-Macam Nilai
Dalam filsafat, nilai dibedakan dalam tiga macam, yaitu
a. Nilai logika adalah nilai benar salah.
b. Nilai estetika adalah nilai indah tidak indah.
c. Nilai etika/moral adalah nilai baik buruk

B.    SISTEM NUMERASI
a.      Pengertian Sistem Numerasi
Sistem numerasi adalah sekumpulan lambang dan aturan pokok untuk menuliskan bilangan. Lambang yang menyatakan suatu bilangan disebut numeral/ lambang bilangan.
Banyaknya suku bangsa di dunia menyebabkan banyaknya sistem numerasi yang berbeda. Oleh karena itu suatu bilangan dapat dinyatakan dengan bermacam-macam lambang, tetapi suatu lambang menunjuk hanya pada satu bilangan.
b.      Sistem Numerasi Yang Dikenal
  1. Yunani
Matematika Yunani merujuk pada matematika yang ditulis di dalam bahasa Yunani antara tahun 600 SM sampai 300 M.  Matematikawan Yunani tinggal di kota-kota sepanjang Mediterania bagian timur, dari Italia  hingga ke Afrika Utara, tetapi mereka dibersatukan oleh budaya dan bahasa yang sama. Matematikawan Yunani pada periode setelah Iskandar Agung kadang-kadang disebut Matematika Helenistik.
Matematika Yunani lebih berbobot daripada matematika yang dikembangkan oleh kebudayaan-kebudayaan pendahulunya. Semua naskah matematika pra-Yunani yang masih terpelihara menunjukkan penggunaan penalaran induktif, yakni pengamatan yang berulang-ulang yang digunakan untuk mendirikan aturan praktis. Sebaliknya, matematikawan Yunani menggunakan penalaran deduktif. Bangsa Yunani menggunakan logika untuk menurunkan simpulan dari definisi dan aksioma, dan menggunakan kekakuan matematika untuk membuktikannya.
Matematika Yunani diyakini dimulakan oleh Thales dari Miletus (kira-kira 624 sampai 546 SM) dan Pythagoras dari Samos (kira-kira 582 sampai 507 SM). Meskipun perluasan pengaruh mereka dipersengketakan, mereka mungkin diilhami oleh Matematika Mesir dan Babilonia. Menurut legenda, Pythagoras bersafari ke Mesir untuk mempelajari matematika, geometri, dan astronomi dari pendeta Mesir.
Thales menggunakan geometri untuk menyelesaikan soal-soal perhitungan ketinggian piramida dan jarak perahu dari garis pantai. Dia dihargai sebagai orang pertama yang menggunakan penalaran deduktif untuk diterapkan pada geometri, dengan menurunkan empat akibat wajar dari teorema Thales. Hasilnya, dia dianggap sebagai matematikawan sejati pertama dan pribadi pertama yang menghasilkan temuan matematika. Pythagoras mendirikan Mazhab Pythagoras, yang mendakwakan bahwa matematikalah yang menguasai semesta dan semboyannya adalah "semua adalah bilangan". Mazhab Pythagoraslah yang menggulirkan istilah "matematika", dan merekalah yang memulakan pengkajian matematika. Mazhab Pythagoras dihargai sebagai penemu bukti pertama teorema Pythagoras, meskipun diketahui bahwa teorema itu memiliki sejarah yang panjang, bahkan dengan bukti keujudan bilangan irasional.
Eudoxus (kira-kira 408 SM sampai 355 SM) mengembangkan metoda kelelahan, sebuah rintisan dari Integral modern. Aristoteles (kira-kira 384 SM sampai 322 SM) mulai menulis hukum logika. Euklides (kira-kira 300 SM) adalah contoh terdini dari format yang masih digunakan oleh matematika saat ini, yaitu definisi, aksioma, teorema, dan bukti. Dia juga mengkaji kerucut. Bukunya, Elemen, dikenal di segenap masyarakat terdidik di Barat hingga pertengahan abad ke-20. Selain teorema geometri yang terkenal, seperti teorem Pythagoras, Elemen menyertakan bukti bahwa akar kuadrat dari dua adalah irasional dan terdapat tak-hingga banyaknya bilangan prima. Saringan Eratosthenes (kira-kira 230 SM) digunakan untuk menemukan bilangan prima.
Archimedes (kira-kira 287 SM sampai 212 SM) dari Syracuse menggunakan metoda kelelahan untuk menghitung luas di bawah busur parabola dengan penjumlahan barisan tak hingga, dan memberikan hampiran yang cukup akurat terhadap Pi. Dia juga mengkaji spiral yang mengharumkan namanya, rumus-rumus volume benda putar, dan sistem rintisan untuk menyatakan bilangan yang sangat besar.
Sistem Numerasi Yunani Kuno (±600 SM)
Ada 2 macam:
·           S.N. Yunani kuno attic
Dilambangkan sederhana, dimana angka satu sampai empat dilambangkan dengan lambang tongkat, misal: 2→ ll
·           S.N. Yunani kuno alfabetik
Digunakan setelah S.N. Yunani kuno attic,


2. Romawi
Peradaban  Matematika Romawi merupakan kebalikan dari Peradaban matematika di Yunani artinya masa bergoyangnya Yunani (Sway) merupakan masa berbunganya matematika namun masa Romawi Merupakan masa kerdilnya matematika. Sebagai akibat, tidak hanya geometri tinggi archimides dan Appolonius, tettapi juga elemen euclid, diabaikan. Dapat disimpulkan Notasi romawi ,dipinjam dari sumber-sumber luar.
Peradaban  Romawi lebih mengedepankan ilmu praksis khususnya tentang Aritmatika. Dalam Hal ini ilmu matematika yang menjadi peradaban adalah matematika langsung dalam artian dalam bentuk hasil karya atau penerapan matematika itu sendiri. Sebagai contoh, Penyelesaiaan matematika dalam hal pembayaran bunga dan soal-soal bunga (rente), penyelesaian pembagian harta waris, pembentukan kalender, dll.
Geometri terapan sebagai contoh Telah diMilikinya Rumus Menghitung segitiga, terutama segitiga sama sisi yang rumus aproksimasinya adalah ½ 3/5 a kuadrat.
Untuk menghitung bangsa Romawi kuno menggunakan sabak.  Sabak dipakai dengan menggunakan kerikil yang berada diatas dan dibawah garis pemisah ditandai dengan angka Romawi menurut kolom-kolomnya . Setiap kerikil dibawah garis dikolom paling kanan dihitung sebagai satuan , dan setiap kerikil di atas garis bernilai lima. Jika hitungannya bernilai 10 , sebuah kerikil dibawa ke sebelah kiri . Tabel dibawah memperlihatkan hitungan sebesar 256.317 domba.
Sistem numerisasi Romawi yang sekarang ini merupakan modernisasi sistem adisi dari sistemnya yang lama. Sistem ini bukan sistem yang mempunyai nilai tempat, kecuali pada hal-hal tertentu yang sangat terbatas. Sistem ini juga tidak mempunyai nol.Sistem Romawi sudah ada sejak 260 tahun SM. Tetapi sistem Romawi yang seperti sekarang ini belum lama dikembangkannya. Misalnya lambang bilangan untuk empat adalah “IV” yang sebelumnya adalah “IIII”. Lambnag untuk 50 = L pernah bentuknya  ^, û, dan ¯. Lambang 100 = C.
Pada zaman dahulu kala orang romawi kuno menggunakan penomoran tersendiri yang sangat berbeda dengan sistem penomeran pada jaman seperti sekarang. Angka romawi hanya terdiri dari 7 nomor dengan simbol huruf tertentu di mana setiap huruf melangbangkan memiliki arti angka tertentu, yaitu :
I           artinya   1
V         artinya   5
X         artinya  10
L          artinya  50
C         artinya  100
D         artinya  500
M        artinya  1000
Bila lambang sebuah bilangan ditulis dengan dua angka sedangkan angka yang disebelah kanannya mewakili bilangan yang lebih kecil dari angka yang berada di sebelah kirinya, maka arti penulisan lambang bilangan itu adalah jumlahnya.
 Misalnya angka 4 dalam Romawi IV, I mewakili bilangan yang lebih kecil dari bilangan yang diwakili oleh V. Sedangkan angka I ditulis disebelah kiri dari V, maka arti IV ialah 5 – 1 yang sama dengan 4.
Pada prinsip pengurangan ini, I hanya dapat dikurangkan dari V dan X. X hanya dapat dikurangkan dari L dan C, dan C hanya dapat dikurangkan dari D dan M. Misalnya bilangan “99”, tidak dituliskan sebagai 100 – 1 yaitu dalam Romawi IC, namun dituliskan sebagai 90 + 9 = (100 – 10) + (10 – 1) yaitu XCIX.
Sistem numerasi Romawi ini menggunakan dasar sepuluh. Jadi tidak ada tulisan VV untuk melambangkan 10, tetapi harus X.
Beberapa kekurangan atau kelemahan sistem angka romawi, yakni :
1. Tidak ada angka nol (0)
2. Terlalu panjang untuk menyebut bilangan tertentu
3. Terbatas untuk bilangan-bilangan kecil saja
Untuk menutupi kekurangan angka romawi pada keterbatasan angka kecil, maka dibuat pengali seribu dari nilai biasa dengan simbol garis strip di atas simbol angka Romawi, (kecuali I).
V         artinya  5 x 1000   atau  5.000
X         artinya  10 x 1000   atu   10.000
L          artinya  50 x 1000   atau   50.000
C         artinya  100 x 1000   atau   100.000
D         artinya  500 x 1000   atau   500.000
M        artinya  1000 x 1000   atau   1.000.000
Dua buah coretan diatas V, X, C atau yang lainnya menunjukkan perkalian dengan sejuta.
            V         artinya   5 x 1.000.000   atau 5.000.000
            X         artinya   10 x 1.000.000   atau   10.000.000
            C         artinya   100 x 1.000.000   atau   100.000.000
I =1, I disebut UNUS
V =5 , V disebut QUINQUE
X =10, X disebut DECEM
L =50, L disebut QUINQUAGINTA
C =100, C disebut CENTUM
M =1000
Persamaannya dengan sistem numerasi hindu arab adalah sama-sama menggunakan basis sepuluh.
Perbedaan dengan sistem numerasi hindu arab adalah
  • Sistem numerasi hindu arab menggunakan sistem nilai tempat
  • Sistem numerasi romawi tidak menggunakan sistem nilai tempat
4 prinsip yang digunakan
1)      Pengulangan
Angka yang boleh diulang adalah I , X ,C , M ( tidak boleh diulang lebih dari 3x ).
Contoh :           20 = XX , 3= III 
4≠IIII tetapi 4=IV
100≠ LL tetapi 100=C
2)      Penjumlahan
Jika suatu angka diikuti oleh angka yang lebih kecil, maka nilai angka yang lebih kecil menambah nilai angka sebelumnya .
Yang boleh mengikuti adalah angka I, V, X, L , C , D )
Contoh :           VI =6               
XI=11
MD=1.500
3)      Pengurangan
Jika angka yang lebih kecil mendahului nilai angka yang lebih besar, maka nilai angka yang lebih kecil mengurangi nilai angka yang lebih besar
Contoh : IX =9, CM =900
49≠IL tetapi 49=XLIX
999≠IM tetapi 999= CMXCIX
4)      Perkalian
Dengan menambahkan tanda strip ( ¯ ), dibaca bar diatas angka romawi maka akan menambah nilai angka tersebut menjadi 1000 x nya .
X= 10.000
D = 500.000.000

3. Cina
Matematika Cina permulaan adalah berlainan bila dibandingkan dengan yang berasal dari belahan dunia lain, sehingga cukup masuk akal bila dianggap sebagai hasil pengembangan yang mandiri.  Tulisan matematika yang dianggap tertua dari Cina adalah Chou Pei Suan Ching, berangka tahun antara 1200 SM sampai 100 SM, meskipun angka tahun 300 SM juga cukup masuk akal.
Hal yang menjadi catatan khusus dari penggunaan matematika Cina adalah sistem notasi posisional bilangan desimal, yang disebut pula "bilangan batang" di mana sandi-sandi yang berbeda digunakan untuk bilangan-bilangan antara 1 dan 10, dan sandi-sandi lainnya sebagai perpangkatan dari sepuluh. Dengan demikian, bilangan 123 ditulis menggunakan lambang untuk "1", diikuti oleh lambang untuk "100", kemudian lambang untuk "2" diikuti lambang utnuk "10", diikuti oleh lambang untuk "3". Cara seperti inilah yang menjadi sistem bilangan yang paling canggih di dunia pada saat itu, mungkin digunakan beberapa abad sebelum periode masehi dan tentunya sebelum dikembangkannya sistem bilangan India.[38] Bilangan batang memungkinkan penyajian bilangan sebesar yang diinginkan dan memungkinkan perhitungan yang dilakukan pada suan pan, atau (sempoa Cina). Tanggal penemuan suan pan tidaklah pasti, tetapi tulisan terdini berasal dari tahun 190 M, di dalam Catatan Tambahan tentang Seni Gambar karya Xu Yue.
Karya tertua yang masih terawat mengenai geometri di Cina berasal dari peraturan kanonik filsafat Mohisme kira-kira tahun 330 SM, yang disusun oleh para pengikut Mozi (470–390 SM). Mo Jing menjelaskan berbagai aspek dari banyak disiplin yang berkaitan dengan ilmu fisika, dan juga memberikan sedikit kekayaan informasi matematika.
Pada tahun 212 SM, Kaisar Qín Shǐ Huáng (Shi Huang-ti) memerintahkan semua buku di dalam Kekaisaran Qin selain daripada yang resmi diakui pemerintah haruslah dibakar. Dekret ini tidak dihiraukan secara umum, tetapi akibat dari perintah ini adalah begitu sedikitnya informasi tentang matematika Cina kuno yang terpelihara yang berasal dari zaman sebelum itu. Setelah pembakaran buku pada tahun 212 SM, dinasti Han (202 SM–220 M) menghasilkan karya matematika yang barangkali sebagai perluasan dari karya-karya yang kini sudah hilang. Yang terpenting dari semua ini adalah Sembilan Bab tentang Seni Matematika, judul lengkap yang muncul dari tahun 179 M, tetapi wujud sebagai bagian di bawah judul yang berbeda. Ia terdiri dari 246 soal kata yang melibatkan pertanian, perdagangan, pengerjaan geometri yang menggambarkan rentang ketinggian dan perbandingan dimensi untuk menara pagoda Cina, teknik, survey, dan bahan-bahan segitiga siku-siku dan π. Ia juga menggunakan prinsip Cavalieri tentang volume lebih dari seribu tahun sebelum Cavalieri mengajukannya di Barat. Ia menciptakan bukti matematika untuk teorema Pythagoras, dan rumus matematika untuk eliminasi Gauss. Liu Hui memberikan komentarnya pada karya ini pada abad ke-3 M.
Zhang Heng (78–139)
Sebagai tambahan, karya-karya matematika dari astronom Han dan penemu Zhang Heng (78–139) memiliki perumusan untuk pi juga, yang berbeda dari cara perhitungan yang dilakukan oleh Liu Hui. Zhang Heng menggunakan rumus pi-nya untuk menentukan volume bola. Juga terdapat karya tertulis dari matematikawan dan teoriwan musik Jing Fang (78–37 SM); dengan menggunakan koma Pythagoras, Jing mengamati bahwa 53 perlimaan sempurna menghampiri 31 oktaf. Ini kemudian mengarah pada penemuan 53 temperamen sama, dan tidak pernah dihitung dengan tepat di tempat lain hingga seorang Jerman, Nicholas Mercator melakukannya pada abad ke-17.
Bangsa Cina juga membuat penggunaan diagram kombinatorial kompleks yang dikenal sebagai kotak ajaib dan lingkaran ajaib, dijelaskan di zaman kuno dan disempurnakan oleh Yang Hui (1238–1398 M). Zu Chongzhi (abad ke-5) dari Dinasti Selatan dan Utara menghitung nilai pi sampai tujuh tempat desimal, yang bertahan menjadi nilai pi paling akurat selama hampir 1.000 tahun.
Bahkan setelah matematika Eropa mulai mencapai kecemerlangannya pada masa Renaisans, matematika Eropa dan Cina adalah tradisi yang saling terpisah, dengan menurunnya hasil matematika Cina secara signifikan, hingga para misionaris Jesuit seperti Matteo Ricci membawa gagasan-gagasan matematika kembali dan kemudian di antara dua kebudayaan dari abad ke-16 sampai abad ke-18
4. Hindu-Arab
Sistem numerisasi ini disebut juga sistem numerisasi desimal. Sistem Angka Hindu-Arab atau sistem angka Hindu adalah suatu posisi desimal sistem angka yang dikembangkan oleh abad ke-9 oleh matematikawan India , diadopsi oleh Persia ( Al-Khawarizmi sekitar s '825 buku Di Perhitungan dengan Hindu angka) dan matematikawan Arab ( Al-Kindi sekitar tahun s '830 volume Pada Penggunaan angka India), dan menyebar ke dunia barat oleh Abad Pertengahan .
Sistem ini didasarkan pada sepuluh (awalnya sembilan) mesin terbang yang berbeda. Simbol (glyph) digunakan untuk mewakili sistem ini adalah pada prinsipnya independen dari sistem itu sendiri. The glyphs digunakan sebenarnya adalah keturunan dari India angka Brahmi , dan telah terbelah menjadi berbagai varian sejak Abad Pertengahan .
Simbol ini dapat dibagi menjadi tiga keluarga utama: angka India yang digunakan dalam India , yang Timur angka-angka Arab yang digunakan di Mesir dan Timur Tengah dan Barat angka-angka Arab yang digunakan dalam Maghreb dan di Eropa .
Simbol yang digunakan untuk mewakili sistem yang terpecah menjadi berbagai varian sejak Abad Pertengahan , disusun dalam tiga kelompok utama:
a. Barat luas " angka-angka yang "digunakan dengan Latin , Cyrillic , dan huruf Yunani dalam tabel di bawah ini berlabel "Eropa", turun dari "angka Arab Barat" yang dikembangkan di Al-Andalus dan Maghreb (Ada dua tipografi gaya untuk rendering angka Eropa, yang dikenal sebagai tokoh lapisan dan tokoh teks ).
b. "Arab-India" atau " angka-angka Arab Timur "digunakan dengan huruf Arab , dikembangkan terutama di tempat yang sekarang Irak. Sebuah varian dari angka Arab Timur yang digunakan dalam bahasa Persia dan Urdu. Ada variasi substansial dalam penggunaan mesin terbang untuk Arab-Indic Timur digit, terutama untuk empat, angka lima, enam, dan tujuh.
c. Angka India yang digunakan dengan skrip dari keluarga Brahmic di India dan Asia Tenggara.
Sistem Numerasi Hindu-Arab (±300SM- 750 M)
Angka merupakan lambang bilangan Hindu-Arab
Sifat-sifat:
·      Menggunakan 10 angka / digit yaitu 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9
·      Menggunakan sistem bilangan dasar sepuluh. Artinya setiap sepuluh satuan dikelompokkan menjadi satu puluhan, setiap sepuluh puluhan menjadi satu ratusan, dan seterusnya.
·      Bilangan-bilangan yang lebih besar daripada 9 dinyatakan sebagai bentuk suku-suku yang merupakan kelipatan dari perpangkatan 10.
Antar suku dipisahkan oleh tanda plus ( + ).
Misalnya :  10 = 1x101+0x100
      205= 2x102+0x100+5x100
·      Menggunakan aturan tempat
Contoh: 1.234
1= ribuan
2= ratusan
3= puluhan
4= satuan
Beberapa konsep dalam sistem numerasi:
  1. Aturan Aditif
Tidak menggunakan aturan tempat dan nilai dari suatu lambang didapat dari menjumlah nilai lambang-lambang pokok. Simbolnya sama nilainya sama dimanapun letaknya.
Contoh:
  1. Aturan pengelompokan sederhana
Jika lambang yang digunakan mempunyai nilai-nilai n0, n1, n2,… dan mempunyai aturan aditif
  1. Aturan tempat
Jika lambang-lambang yang sama tetapi tempatnya beda mempunyai nilai yang berbeda
  1. Aturan Multiplikatif
Jika mempunyai suatu basis (misal b), maka mempunyai lambang-lambang bilangan 0,1,2,3,..,b-1 dan mempunyai lambang untuk b2, b3, b4,.. serta mempunyai aturan tempat.
 5. Babilonia
Matematika Babilonia ditulis menggunakan sistem bilangan seksagesimal (basis-60). Dari sinilah diturunkannya penggunaan bilangan 60 detik untuk semenit, 60 menit untuk satu jam, dan 360 (60 x 6) derajat untuk satu putaran lingkaran, juga penggunaan detik dan menit pada busur lingkaran yang melambangkan pecahan derajat. Kemajuan orang Babilonia di dalam matematika didukung oleh fakta bahwa 60 memiliki banyak pembagi. Juga, tidak seperti orang Mesir, Yunani, dan Romawi, orang Babilonia memiliki sistem nilai-tempat yang sejati, di mana angka-angka yang dituliskan di lajur lebih kiri menyatakan nilai yang lebih besar, seperti di dalam sistem desimal. Bagaimanapun, mereka kekurangan kesetaraan koma desimal, dan sehingga nilai tempat suatu simbol seringkali harus dikira-kira berdasarkan konteksnya.
Pertama kali orang yang mengenal bilangan 0 (nol) adalah Babylonian.

6. Mesir
Matematika Mesir  merujuk pada matematika yang ditulis di dalam bahasa Mesir. Sejak peradaban helenistik, Yunani menggantikan bahasa Mesir sebagai bahasa tertulis bagi kaum terpelajar Bangsa Mesir, dan sejak itulah matematika Mesir melebur dengan matematika Yunani dan Babilonia yang membangkitkan Matematika helenistik. Pengkajian matematika di Mesir berlanjut di bawah Khilafah Islam sebagai bagian dari matematika Islam, ketika bahasa Arab menjadi bahasa tertulis bagi kaum terpelajar Mesir.
Tulisan matematika Mesir yang paling panjang adalah Lembaran Rhind (kadang-kadang disebut juga "Lembaran Ahmes" berdasarkan penulisnya), diperkirakan berasal dari tahun 1650 SM tetapi mungkin lembaran itu adalah salinan dari dokumen yang lebih tua dari Kerajaan Tengah yaitu dari tahun 2000-1800 SM. Lembaran itu adalah manual instruksi bagi pelajar aritmetika dan geometri. Selain memberikan rumus-rumus luas dan cara-cara perkalian, perbagian, dan pengerjaan pecahan, lembaran itu juga menjadi bukti bagi pengetahuan matematika lainnya, termasuk bilangan komposit dan prima; rata-rata aritmetika, geometri, dan harmonik; dan pemahaman sederhana Saringan Eratosthenes dan teori bilangan sempurna (yaitu, bilangan 6). embaran itu juga berisi cara menyelesaikan persamaan linear orde satu juga barisan aritmetika dan geometri.
Juga tiga unsur geometri yang tertulis di dalam lembaran Rhind menyiratkan bahasan paling sederhana mengenai geometri analitik: (1) pertama, cara memperoleh hampiran \pi yang akurat kurang dari satu persen; (2) kedua, upaya kuno penguadratan lingkaran; dan (3) ketiga, penggunaan terdini kotangen.
Naskah matematika Mesir penting lainnya adalah lembaran Moskwa, juga dari zaman Kerajaan Pertengahan, bertarikh kira-kira 1890 SM. Naskah ini berisikan soal kata atau soal cerita, yang barangkali ditujukan sebagai hiburan. Satu soal dipandang memiliki kepentingan khusus karena soal itu memberikan metoda untuk memperoleh volume limas terpenggal: "Jika Anda dikatakan: Limas terpenggal setinggi 6 satuan panjang, yakni 4 satuan panjang di bawah dan 2 satuan panjang di atas. Anda menguadratkan 4, sama dengan 16. Anda menduakalilipatkan 4, sama dengan 8. Anda menguadratkan 2, sama dengan 4. Anda menjumlahkan 16, 8, dan 4, sama dengan 28. Anda ambil sepertiga dari 6, sama dengan 2. Anda ambil dua kali lipat dari 28 twice, sama dengan 56. Maka lihatlah, hasilnya sama dengan 56. Anda memperoleh kebenaran."
Akhirnya, lembaran Berlin (kira-kira 1300 SM) menunjukkan bahwa bangsa Mesir kuno dapat menyelesaikan persamaan aljabar orde dua.
Berikut ini adalah sistem numerisasi Mesir Kuno :
1 = 2 = 2 = 3 = 3 = 4 = 4 =
10       100 =   1.000 =  10.000 =   100.000 =    1.000.000
Bersifat aditif, dimana nilai suatu bilangan merupakan hasil penjumlahan nilai-nilai lambang-lambangnya.
Lambang dan simbol bilangan Mesir                                                            
Lotus flower ( bunga teratai )


Pointing finger ( telunjuk )

Polliwing / burbot ( berudu )

Astronished man ( orang astronis )

Scrool ( gulungan surat )

Vertical staff

Heel Bone ( tulang lutut )

                                                                       
7.      Jepang-Cina
Sistem angka Jepang adalah sistem nama nomor yang digunakan dalam bahasaJepang .Angka-angka Jepang dalam menulis seluruhnyadidasarkan pada angka Cina dan pengelompokan sejumlah besar mengikuti Cina tradisi pengelompokan oleh 10.000. Dua set pengucapan untuk angka ada di Jepang: salah satu didasarkan pada Sino-Jepang (on'yomi) pembacaan dari karakter Cina dan yang lainnya didasarkanpada Jepang kotoba Yamato (kata asli, kun'yomi bacaan).
Ada dua cara penulisan angka dalam bahasa Jepang, di angka Arab (1,2, 3) atau di angka Cina(,,). Angka Arab lebih sering digunakan dalam menulis horisontal , dan angka Cina lebih umum dalam menulis vertikal.
Contoh numerasi Jepang :
                                                                                    








8.      Maya
Berbasis 20 dan ditulis secara tegak. Suku bangsa Maya sudah mengenal bilangan tak hingga.
Contoh: menulis 258.458 dalam bilangan Maya
                                    1(20)= 160.000
                                    12(20)3=  96.000
                                    6(20)2 =     2.400
                                    2(20)1 =          40
                                  18(20)0 =          18  +
                                                  258.458                 





BAB 3
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Jadi nilai tempat adalah dimana suatu nilai itu berharga tergantung pada letaknya.
Sedangkan sistem numerasi disebut sistem tempat jika nilai dari lambang-lambang yang digunakan menerapkan aturan tempat, sehingga lambang yang sama mempunyai nilai yang tidak sama karena tempatnya berbeda.


B.    Kritik & Saran

...............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................












DAFTAR PUSTAKA

Wijaya,yuni. Makalah Nilai Tempat. http://yuni-wijaya.blogspot.com. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2012
Wicaksono. Konsep Dasar Bilangan Sistem Numerasi. http://wicaksono17ainul.blogspot.com. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2012