KONSEP DASAR MATEMATIKA 1
NILAI TEMPAT &
SISTEM NUMERASI
DISUSUN OLEH :
FITRYA
AMALINA (1286
206 280)
IBNU
ITSNAINI (1286
206 324)
SISKA (1286 206 153)
TRISNA AGUSTAMA (1286 206 268)
KELAS I
SEMESTER 1
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UMT
2012
KATA PENGANTAR
Puji
syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga kami berhasil menyelesaikan penyusunan tugas makalah ini dengan baik.
Pada
kesempatan ini penulis mempersembahkan makalah yang berjudul “Nilai Tempat
& Sistem Numerasi” yang menurut kami berguna bagi kita semua untuk
memepelajari tentang manajemen pendidikan.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu
meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan
dan ada tulisan yang saya buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca.
Akhir kata, kami
ucapkan terima kasih kepada teman-teman dan dosen atas kerjasamanya yang telah
membantu sehingga terselesaikannya tugas makalah ini dengan baik
Semoga bermanfaat
Tangerang, 24 Oktober 2012
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR i
BAB
1 PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang 1
B. Rumusan
Masalah 1
C. Tujuan 1
BAB
2 PEMBAHASAN
A. Nilai
Tempat 2
a. Pengertian
Nilai Tempat 2
b. Macam-Macam
Nilai 3
B. Sistem
Numerasi
a. Pengertian
Sistem Numerasi 3
b. Sistem
Numerasi Yang Dikenal 3
1.
Yunani 3
2. Romawi 5
3. Cina 9
4. Hindu-Arab 10
5. Babilonia 12
6. Mesir 13
7. Jepang-Cina 14
8. Maya 15
BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan 16
B. Kritik
& Saran 16
DAFTAR PUSTAKA 17
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Nilai merupakan sesuatu yang dapat
menunjukan kualitas, dan dengan nilai kita dapat mengenal istilah yaitu nilai
tempat. Sebelum kita belajar tentang nilai tempat kita perlu mengetahui
bilangan dan lambang terlebih dahulu.
Menurut sejarah ketika orang melakukan kegiatan membilang
atau mencacah kebingungan untuk memberikan lambang bilangannya. tetapi kemudian
dibuatlah sistem numerasi yaitu sistem yang terdiri dari numerial (lambang
bilangan/angka) dan number (bilangan). Sistem numerasi adalah aturan untuk
menyatakan menuliskan bilangan dengan menggunakan sejumlah lambang bilangan.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari nilai
tempat dan sistem numerasi?
2. Apakah ada
hubungan antara nilai tempat dan sistem numerasi?
C.
TUJUAN
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui apa yamg dimaksud nilai
tempat dan juga mengetahui bagaimana sistem-sistem numerasi di berbagai
wilayah.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. NILAI TEMPAT
a.
Pengertian Nilai
Tempat
Untuk menyebut hasil membilang diperlukan
bilangan, dan untuk menyatakan bilangan perlu lambang. Tentu saja kurang
praktis dan mempersulit pekerjaan jika setiap dua bilangan yang berbeda
mempunyai lambang atau susunan lambang yang sama sekali berbeda. Dapat
dibayangkan bagaimana sulitnya kita mengingat jika bilangan-bilangan dari 1
sampai 1000 masing-masing menggunakan lambang yang sama sekali berbeda satu
sama lain. Ini berarti bahwa kita perlu mencapai lambang-lambang bilangan yang
terbatas, dan membuat peraturan yang sistematis dan tata asas untuk menyusun
lambang bilangan yang manapun, sehingga berbentuk sistem numerasi.
Suatu sistem numerasi disebut sistem tempat
jika nilai dari lambang-lambang yang digunakan menerapkan aturan tempat,
sehingga lambang yang sama mempunyai nilai yang tidak sama karena tempatnya
berbeda. Sistem nilai tempat yang pernah dikenal adalah sistem Mesir kuno,
sistem Yunani kuno, sistem Cina, sistem Maya, dan sistem Hindu-Arab.
Sistem ini
menentukan sepuluh lambang dasar (pokok) yang disebut angka (digit), yaitu
0.1.2.3.4.5.6.7.8, dan 9. pemilihan sepuluh angka dipengaruhi oleh banyaknya
sepuluh jari-jari tangan (kaki), yaitu 10, sehingga sistem ini lebih dikenal
dengan sebutan sistem desimal (latin: decem=10)
Di
dalam desimal, penulisan lambang bilangan menggunakan pengelompokan kelipatan
10:
1. Bilangan-bilangan dari 0-9 dilambangkan = lambang angka.
Nol
=
0
Lima = 5
Satu
= 1
Enam = 6
Dua
= 2
Tujuh = 7
Tiga
=
3
Delapan =8
Empat=4
Sembilan =9
2. Bilangan
yang satu lebih dari bilangan 9 disebut 10. Bilangan 10 terdiri atas sepuluh
satuan. Pengelompokan sepuluh satuan menjadi satu menghasilkan :
Satu
Puluhan IIIIIIIIII = 10 satuan =1 puluhan
Lambang
satu puluhan adalah sepuluh. Lambang-lambang kelipatan sepuluh adalah:
20
= dua puluh, memuat dua puluhan
30
= tiga puluh, memuat tiga puluhan
90
= sembilan puluh, memuat sembilan pulihan.
Perhatikan
peragaan-peragaan berikut :
©© © ©© ©© © ©©
© © © © © © © © © © = dua puluh = 20
©© © ©© ©© © ©©
© © © © © © © © © © = dua puluh = 20
♪ ♪
♪♪
♪♪
♪♪
♪♪
♪♪
♪♪
♪♪
♪♪ = tiga puluh
= 30
♪♪
♪♪
♪♪
♪ ♪
♪♪
♪♪
b. Macam-Macam Nilai
Dalam filsafat, nilai dibedakan dalam tiga macam, yaitu
a. Nilai logika adalah nilai benar salah.
b. Nilai estetika adalah nilai indah tidak indah.
c. Nilai etika/moral adalah nilai baik buruk
Dalam filsafat, nilai dibedakan dalam tiga macam, yaitu
a. Nilai logika adalah nilai benar salah.
b. Nilai estetika adalah nilai indah tidak indah.
c. Nilai etika/moral adalah nilai baik buruk
B. SISTEM NUMERASI
a.
Pengertian Sistem
Numerasi
Sistem
numerasi adalah sekumpulan lambang dan aturan pokok untuk menuliskan bilangan. Lambang yang menyatakan suatu bilangan disebut
numeral/ lambang bilangan.
Banyaknya
suku bangsa di dunia menyebabkan banyaknya sistem numerasi yang berbeda. Oleh
karena itu suatu bilangan dapat dinyatakan dengan bermacam-macam lambang,
tetapi suatu lambang menunjuk hanya pada satu bilangan.
b.
Sistem Numerasi Yang Dikenal
1. Yunani
Matematika
Yunani merujuk pada matematika yang ditulis di dalam bahasa Yunani antara tahun
600 SM sampai 300 M. Matematikawan Yunani tinggal di kota-kota
sepanjang Mediterania bagian timur, dari Italia hingga ke Afrika
Utara, tetapi mereka dibersatukan oleh budaya dan bahasa yang sama.
Matematikawan Yunani pada periode setelah Iskandar Agung kadang-kadang disebut
Matematika Helenistik.
Matematika
Yunani lebih berbobot daripada matematika yang dikembangkan oleh
kebudayaan-kebudayaan pendahulunya. Semua naskah matematika pra-Yunani yang
masih terpelihara menunjukkan penggunaan penalaran induktif, yakni pengamatan
yang berulang-ulang yang digunakan untuk mendirikan aturan praktis. Sebaliknya,
matematikawan Yunani menggunakan penalaran deduktif. Bangsa Yunani menggunakan
logika untuk menurunkan simpulan dari definisi dan aksioma, dan menggunakan
kekakuan matematika untuk membuktikannya.
Matematika
Yunani diyakini dimulakan oleh Thales dari Miletus (kira-kira 624 sampai 546
SM) dan Pythagoras dari Samos (kira-kira 582 sampai 507 SM). Meskipun perluasan
pengaruh mereka dipersengketakan, mereka mungkin diilhami oleh Matematika Mesir
dan Babilonia. Menurut legenda, Pythagoras bersafari ke Mesir untuk mempelajari
matematika, geometri, dan astronomi dari pendeta Mesir.
Thales
menggunakan geometri untuk menyelesaikan soal-soal perhitungan ketinggian
piramida dan jarak perahu dari garis pantai. Dia dihargai sebagai orang pertama
yang menggunakan penalaran deduktif untuk diterapkan pada geometri, dengan
menurunkan empat akibat wajar dari teorema Thales. Hasilnya, dia dianggap
sebagai matematikawan sejati pertama dan pribadi pertama yang menghasilkan
temuan matematika. Pythagoras mendirikan Mazhab Pythagoras, yang mendakwakan
bahwa matematikalah yang menguasai semesta dan semboyannya adalah "semua
adalah bilangan". Mazhab Pythagoraslah yang menggulirkan istilah
"matematika", dan merekalah yang memulakan pengkajian matematika.
Mazhab Pythagoras dihargai sebagai penemu bukti pertama teorema Pythagoras, meskipun
diketahui bahwa teorema itu memiliki sejarah yang panjang, bahkan dengan bukti
keujudan bilangan irasional.
Eudoxus
(kira-kira 408 SM sampai 355 SM) mengembangkan metoda kelelahan, sebuah
rintisan dari Integral modern. Aristoteles (kira-kira 384 SM sampai 322 SM)
mulai menulis hukum logika. Euklides (kira-kira 300 SM) adalah contoh terdini
dari format yang masih digunakan oleh matematika saat ini, yaitu definisi,
aksioma, teorema, dan bukti. Dia juga mengkaji kerucut. Bukunya, Elemen,
dikenal di segenap masyarakat terdidik di Barat hingga pertengahan abad ke-20.
Selain teorema geometri yang terkenal, seperti teorem Pythagoras, Elemen
menyertakan bukti bahwa akar kuadrat dari dua adalah irasional dan terdapat
tak-hingga banyaknya bilangan prima. Saringan Eratosthenes (kira-kira 230 SM)
digunakan untuk menemukan bilangan prima.
Archimedes
(kira-kira 287 SM sampai 212 SM) dari Syracuse menggunakan metoda kelelahan
untuk menghitung luas di bawah busur parabola dengan penjumlahan barisan tak
hingga, dan memberikan hampiran yang cukup akurat terhadap Pi. Dia juga
mengkaji spiral yang mengharumkan namanya, rumus-rumus volume benda putar, dan
sistem rintisan untuk menyatakan bilangan yang sangat besar.
Sistem Numerasi Yunani Kuno (±600 SM)
Ada 2 macam:
·
S.N. Yunani kuno attic
Dilambangkan
sederhana, dimana angka satu sampai empat dilambangkan dengan lambang
tongkat, misal: 2→ ll
·
S.N. Yunani kuno alfabetik
Digunakan setelah S.N.
Yunani kuno attic,
2. Romawi
Peradaban Matematika
Romawi merupakan kebalikan dari Peradaban matematika di Yunani artinya masa
bergoyangnya Yunani (Sway) merupakan masa berbunganya matematika namun masa
Romawi Merupakan masa kerdilnya matematika. Sebagai akibat, tidak hanya
geometri tinggi archimides dan Appolonius, tettapi juga elemen euclid,
diabaikan. Dapat disimpulkan Notasi romawi ,dipinjam dari sumber-sumber luar.
Peradaban Romawi
lebih mengedepankan ilmu praksis khususnya tentang Aritmatika. Dalam Hal ini
ilmu matematika yang menjadi peradaban adalah matematika langsung dalam artian
dalam bentuk hasil karya atau penerapan matematika itu sendiri. Sebagai contoh,
Penyelesaiaan matematika dalam hal pembayaran bunga dan soal-soal bunga
(rente), penyelesaian pembagian harta waris, pembentukan kalender, dll.
Geometri
terapan sebagai contoh Telah diMilikinya Rumus Menghitung segitiga, terutama
segitiga sama sisi yang rumus aproksimasinya adalah ½ 3/5 a kuadrat.
Untuk
menghitung bangsa Romawi kuno menggunakan sabak. Sabak dipakai
dengan menggunakan kerikil yang berada diatas dan dibawah garis pemisah ditandai
dengan angka Romawi menurut kolom-kolomnya . Setiap kerikil dibawah garis
dikolom paling kanan dihitung sebagai satuan , dan setiap kerikil di atas garis
bernilai lima. Jika hitungannya bernilai 10 , sebuah kerikil dibawa ke sebelah
kiri . Tabel dibawah memperlihatkan hitungan sebesar 256.317 domba.
Sistem
numerisasi Romawi yang sekarang ini merupakan modernisasi sistem adisi dari
sistemnya yang lama. Sistem ini bukan sistem yang mempunyai nilai tempat,
kecuali pada hal-hal tertentu yang sangat terbatas. Sistem ini juga tidak
mempunyai nol.Sistem Romawi sudah ada sejak 260 tahun SM. Tetapi sistem Romawi
yang seperti sekarang ini belum lama dikembangkannya. Misalnya lambang bilangan
untuk empat adalah “IV” yang sebelumnya adalah “IIII”. Lambnag untuk 50 = L
pernah bentuknya ^, û, dan ¯. Lambang 100 = C.
Pada zaman
dahulu kala orang romawi kuno menggunakan penomoran tersendiri yang sangat
berbeda dengan sistem penomeran pada jaman seperti sekarang. Angka romawi hanya
terdiri dari 7 nomor dengan simbol huruf tertentu di mana setiap huruf
melangbangkan memiliki arti angka tertentu, yaitu :
I artinya 1
V artinya 5
X artinya 10
L artinya 50
C artinya 100
D artinya 500
M artinya 1000
Bila lambang
sebuah bilangan ditulis dengan dua angka sedangkan angka yang disebelah
kanannya mewakili bilangan yang lebih kecil dari angka yang berada di sebelah
kirinya, maka arti penulisan lambang bilangan itu adalah jumlahnya.
Misalnya
angka 4 dalam Romawi IV, I mewakili bilangan yang lebih kecil dari bilangan
yang diwakili oleh V. Sedangkan angka I ditulis disebelah kiri dari V, maka
arti IV ialah 5 – 1 yang sama dengan 4.
Pada prinsip
pengurangan ini, I hanya dapat dikurangkan dari V dan X. X hanya dapat dikurangkan
dari L dan C, dan C hanya dapat dikurangkan dari D dan M. Misalnya bilangan
“99”, tidak dituliskan sebagai 100 – 1 yaitu dalam Romawi IC, namun dituliskan
sebagai 90 + 9 = (100 – 10) + (10 – 1) yaitu XCIX.
Sistem
numerasi Romawi ini menggunakan dasar sepuluh. Jadi tidak ada tulisan VV untuk
melambangkan 10, tetapi harus X.
Beberapa kekurangan atau kelemahan sistem angka
romawi, yakni :
1. Tidak ada angka nol (0)
2. Terlalu panjang untuk menyebut bilangan tertentu
3. Terbatas untuk bilangan-bilangan kecil saja
Untuk menutupi kekurangan angka romawi pada
keterbatasan angka kecil, maka dibuat pengali seribu dari nilai biasa dengan
simbol garis strip di atas simbol angka Romawi, (kecuali I).
V artinya 5
x 1000 atau 5.000
X artinya 10
x 1000 atu 10.000
L artinya 50
x 1000 atau 50.000
C artinya 100
x 1000 atau 100.000
D artinya 500
x 1000 atau 500.000
M artinya 1000
x 1000 atau 1.000.000
Dua buah coretan diatas V, X, C atau yang lainnya
menunjukkan perkalian dengan sejuta.
V artinya 5
x 1.000.000 atau 5.000.000
X artinya 10
x 1.000.000 atau 10.000.000
C artinya 100
x 1.000.000 atau 100.000.000
I =1, I disebut UNUS
V =5 , V disebut QUINQUE
X =10,
X disebut DECEM
L =50,
L disebut QUINQUAGINTA
C =100,
C disebut CENTUM
M =1000
Persamaannya dengan sistem numerasi hindu arab
adalah sama-sama menggunakan basis sepuluh.
Perbedaan dengan sistem numerasi hindu arab
adalah
- Sistem numerasi hindu arab
menggunakan sistem nilai tempat
- Sistem numerasi romawi tidak
menggunakan sistem nilai tempat
4 prinsip yang digunakan
1) Pengulangan
Angka yang boleh diulang adalah I , X ,C , M (
tidak boleh diulang lebih dari 3x ).
Contoh :
20 = XX , 3= III
4≠IIII tetapi 4=IV
100≠ LL tetapi 100=C
2) Penjumlahan
Jika suatu angka diikuti oleh angka yang lebih
kecil, maka nilai angka yang lebih kecil menambah nilai angka sebelumnya .
Yang boleh mengikuti adalah angka I, V, X, L ,
C , D )
Contoh : VI
=6
XI=11
MD=1.500
3) Pengurangan
Jika angka yang lebih kecil mendahului nilai
angka yang lebih besar, maka nilai angka yang lebih kecil mengurangi nilai
angka yang lebih besar
Contoh : IX =9,
CM =900
49≠IL tetapi
49=XLIX
999≠IM tetapi 999= CMXCIX
4) Perkalian
D =
500.000.000
3. Cina
Matematika
Cina permulaan adalah berlainan bila dibandingkan dengan yang berasal dari
belahan dunia lain, sehingga cukup masuk akal bila dianggap sebagai hasil
pengembangan yang mandiri. Tulisan matematika yang dianggap tertua
dari Cina adalah Chou Pei Suan Ching, berangka tahun antara 1200 SM sampai 100
SM, meskipun angka tahun 300 SM juga cukup masuk akal.
Hal yang
menjadi catatan khusus dari penggunaan matematika Cina adalah sistem notasi
posisional bilangan desimal, yang disebut pula "bilangan batang" di
mana sandi-sandi yang berbeda digunakan untuk bilangan-bilangan antara 1 dan
10, dan sandi-sandi lainnya sebagai perpangkatan dari sepuluh. Dengan demikian,
bilangan 123 ditulis menggunakan lambang untuk "1", diikuti oleh
lambang untuk "100", kemudian lambang untuk "2" diikuti lambang
utnuk "10", diikuti oleh lambang untuk "3". Cara seperti
inilah yang menjadi sistem bilangan yang paling canggih di dunia pada saat itu,
mungkin digunakan beberapa abad sebelum periode masehi dan tentunya sebelum
dikembangkannya sistem bilangan India.[38] Bilangan batang memungkinkan
penyajian bilangan sebesar yang diinginkan dan memungkinkan perhitungan yang
dilakukan pada suan pan, atau (sempoa Cina). Tanggal penemuan suan pan tidaklah
pasti, tetapi tulisan terdini berasal dari tahun 190 M, di dalam Catatan
Tambahan tentang Seni Gambar karya Xu Yue.
Karya tertua
yang masih terawat mengenai geometri di Cina berasal dari peraturan kanonik
filsafat Mohisme kira-kira tahun 330 SM, yang disusun oleh para pengikut Mozi
(470–390 SM). Mo Jing menjelaskan berbagai aspek dari banyak disiplin yang
berkaitan dengan ilmu fisika, dan juga memberikan sedikit kekayaan informasi
matematika.
Pada tahun 212
SM, Kaisar Qín Shǐ Huáng (Shi Huang-ti) memerintahkan semua buku di dalam
Kekaisaran Qin selain daripada yang resmi diakui pemerintah haruslah dibakar.
Dekret ini tidak dihiraukan secara umum, tetapi akibat dari perintah ini adalah
begitu sedikitnya informasi tentang matematika Cina kuno yang terpelihara yang
berasal dari zaman sebelum itu. Setelah pembakaran buku pada tahun 212 SM,
dinasti Han (202 SM–220 M) menghasilkan karya matematika yang barangkali
sebagai perluasan dari karya-karya yang kini sudah hilang. Yang terpenting dari
semua ini adalah Sembilan Bab tentang Seni Matematika, judul lengkap yang
muncul dari tahun 179 M, tetapi wujud sebagai bagian di bawah judul yang
berbeda. Ia terdiri dari 246 soal kata yang melibatkan pertanian, perdagangan,
pengerjaan geometri yang menggambarkan rentang ketinggian dan perbandingan
dimensi untuk menara pagoda Cina, teknik, survey, dan bahan-bahan segitiga
siku-siku dan π. Ia juga menggunakan prinsip Cavalieri tentang volume lebih
dari seribu tahun sebelum Cavalieri mengajukannya di Barat. Ia menciptakan
bukti matematika untuk teorema Pythagoras, dan rumus matematika untuk eliminasi
Gauss. Liu Hui memberikan komentarnya pada karya ini pada abad ke-3 M.
Zhang Heng
(78–139)
Sebagai
tambahan, karya-karya matematika dari astronom Han dan penemu Zhang Heng
(78–139) memiliki perumusan untuk pi juga, yang berbeda dari cara perhitungan
yang dilakukan oleh Liu Hui. Zhang Heng menggunakan rumus pi-nya untuk
menentukan volume bola. Juga terdapat karya tertulis dari matematikawan dan
teoriwan musik Jing Fang (78–37 SM); dengan menggunakan koma Pythagoras, Jing
mengamati bahwa 53 perlimaan sempurna menghampiri 31 oktaf. Ini kemudian
mengarah pada penemuan 53 temperamen sama, dan tidak pernah dihitung dengan
tepat di tempat lain hingga seorang Jerman, Nicholas Mercator melakukannya pada
abad ke-17.
Bangsa Cina
juga membuat penggunaan diagram kombinatorial kompleks yang dikenal sebagai
kotak ajaib dan lingkaran ajaib, dijelaskan di zaman kuno dan disempurnakan
oleh Yang Hui (1238–1398 M). Zu Chongzhi (abad ke-5) dari Dinasti Selatan dan
Utara menghitung nilai pi sampai tujuh tempat desimal, yang bertahan menjadi
nilai pi paling akurat selama hampir 1.000 tahun.
Bahkan setelah
matematika Eropa mulai mencapai kecemerlangannya pada masa Renaisans,
matematika Eropa dan Cina adalah tradisi yang saling terpisah, dengan
menurunnya hasil matematika Cina secara signifikan, hingga para misionaris
Jesuit seperti Matteo Ricci membawa gagasan-gagasan matematika kembali dan
kemudian di antara dua kebudayaan dari abad ke-16 sampai abad ke-18
4. Hindu-Arab
Sistem
numerisasi ini disebut juga sistem numerisasi desimal. Sistem Angka Hindu-Arab
atau sistem angka Hindu adalah suatu posisi desimal sistem angka yang
dikembangkan oleh abad ke-9 oleh matematikawan India , diadopsi oleh Persia (
Al-Khawarizmi sekitar s '825 buku Di Perhitungan dengan Hindu angka) dan matematikawan
Arab ( Al-Kindi sekitar tahun s '830 volume Pada Penggunaan angka India), dan
menyebar ke dunia barat oleh Abad Pertengahan .
Sistem ini
didasarkan pada sepuluh (awalnya sembilan) mesin terbang yang berbeda. Simbol
(glyph) digunakan untuk mewakili sistem ini adalah pada prinsipnya independen
dari sistem itu sendiri. The glyphs digunakan sebenarnya adalah keturunan dari
India angka Brahmi , dan telah terbelah menjadi berbagai varian sejak Abad
Pertengahan .
Simbol ini
dapat dibagi menjadi tiga keluarga utama: angka India yang digunakan dalam
India , yang Timur angka-angka Arab yang digunakan di Mesir dan Timur Tengah
dan Barat angka-angka Arab yang digunakan dalam Maghreb dan di Eropa .
Simbol yang
digunakan untuk mewakili sistem yang terpecah menjadi berbagai varian sejak
Abad Pertengahan , disusun dalam tiga kelompok utama:
a. Barat luas
" angka-angka yang "digunakan dengan Latin , Cyrillic , dan huruf
Yunani dalam tabel di bawah ini berlabel "Eropa", turun dari
"angka Arab Barat" yang dikembangkan di Al-Andalus dan Maghreb (Ada
dua tipografi gaya untuk rendering angka Eropa, yang dikenal sebagai tokoh
lapisan dan tokoh teks ).
b.
"Arab-India" atau " angka-angka Arab Timur "digunakan
dengan huruf Arab , dikembangkan terutama di tempat yang sekarang Irak. Sebuah
varian dari angka Arab Timur yang digunakan dalam bahasa Persia dan Urdu. Ada
variasi substansial dalam penggunaan mesin terbang untuk Arab-Indic Timur
digit, terutama untuk empat, angka lima, enam, dan tujuh.
c. Angka India
yang digunakan dengan skrip dari keluarga Brahmic di India dan Asia Tenggara.
Sistem Numerasi Hindu-Arab (±300SM- 750 M)
Angka merupakan lambang bilangan Hindu-Arab
Sifat-sifat:
· Menggunakan 10 angka / digit yaitu
0,1,2,3,4,5,6,7,8,9
· Menggunakan
sistem bilangan dasar sepuluh. Artinya setiap sepuluh satuan dikelompokkan
menjadi satu puluhan, setiap sepuluh puluhan menjadi satu ratusan, dan
seterusnya.
· Bilangan-bilangan yang lebih besar daripada 9
dinyatakan sebagai bentuk suku-suku yang merupakan kelipatan dari perpangkatan
10.
Antar suku dipisahkan oleh tanda plus ( + ).
Misalnya :
10 = 1x101+0x100
205=
2x102+0x100+5x100
· Menggunakan aturan tempat
Contoh: 1.234
1= ribuan
2= ratusan
3= puluhan
4= satuan
Beberapa konsep dalam sistem numerasi:
- Aturan Aditif
Tidak menggunakan aturan tempat dan nilai dari
suatu lambang didapat dari menjumlah nilai lambang-lambang pokok. Simbolnya
sama nilainya sama dimanapun letaknya.
Contoh:
- Aturan pengelompokan sederhana
Jika lambang yang digunakan mempunyai
nilai-nilai n0, n1,
n2,… dan mempunyai aturan aditif
- Aturan tempat
Jika lambang-lambang yang sama tetapi
tempatnya beda mempunyai nilai yang berbeda
- Aturan Multiplikatif
Jika mempunyai suatu basis (misal b), maka
mempunyai lambang-lambang bilangan 0,1,2,3,..,b-1 dan mempunyai lambang untuk b2, b3,
b4,.. serta mempunyai
aturan tempat.
5. Babilonia
Matematika
Babilonia ditulis menggunakan sistem bilangan seksagesimal (basis-60). Dari
sinilah diturunkannya penggunaan bilangan 60 detik untuk semenit, 60 menit
untuk satu jam, dan 360 (60 x 6) derajat untuk satu putaran lingkaran, juga
penggunaan detik dan menit pada busur lingkaran yang melambangkan pecahan
derajat. Kemajuan orang Babilonia di dalam matematika didukung oleh fakta bahwa
60 memiliki banyak pembagi. Juga, tidak seperti orang Mesir, Yunani, dan
Romawi, orang Babilonia memiliki sistem nilai-tempat yang sejati, di mana
angka-angka yang dituliskan di lajur lebih kiri menyatakan nilai yang lebih
besar, seperti di dalam sistem desimal. Bagaimanapun, mereka kekurangan kesetaraan
koma desimal, dan sehingga nilai tempat suatu simbol seringkali harus
dikira-kira berdasarkan konteksnya.
Pertama kali orang
yang mengenal bilangan 0 (nol) adalah Babylonian.
6. Mesir
Matematika
Mesir merujuk pada matematika yang ditulis di dalam bahasa Mesir.
Sejak peradaban helenistik, Yunani menggantikan bahasa Mesir sebagai bahasa
tertulis bagi kaum terpelajar Bangsa Mesir, dan sejak itulah matematika Mesir
melebur dengan matematika Yunani dan Babilonia yang membangkitkan Matematika
helenistik. Pengkajian matematika di Mesir berlanjut di bawah Khilafah Islam
sebagai bagian dari matematika Islam, ketika bahasa Arab menjadi bahasa
tertulis bagi kaum terpelajar Mesir.
Tulisan
matematika Mesir yang paling panjang adalah Lembaran Rhind (kadang-kadang
disebut juga "Lembaran Ahmes" berdasarkan penulisnya), diperkirakan
berasal dari tahun 1650 SM tetapi mungkin lembaran itu adalah salinan dari
dokumen yang lebih tua dari Kerajaan Tengah yaitu dari tahun 2000-1800 SM.
Lembaran itu adalah manual instruksi bagi pelajar aritmetika dan geometri.
Selain memberikan rumus-rumus luas dan cara-cara perkalian, perbagian, dan
pengerjaan pecahan, lembaran itu juga menjadi bukti bagi pengetahuan matematika
lainnya, termasuk bilangan komposit dan prima; rata-rata aritmetika, geometri,
dan harmonik; dan pemahaman sederhana Saringan Eratosthenes dan teori bilangan
sempurna (yaitu, bilangan 6). embaran itu juga berisi cara menyelesaikan
persamaan linear orde satu juga barisan aritmetika dan geometri.
Juga tiga
unsur geometri yang tertulis di dalam lembaran Rhind menyiratkan bahasan paling
sederhana mengenai geometri analitik: (1) pertama, cara memperoleh hampiran \pi
yang akurat kurang dari satu persen; (2) kedua, upaya kuno penguadratan
lingkaran; dan (3) ketiga, penggunaan terdini kotangen.
Naskah
matematika Mesir penting lainnya adalah lembaran Moskwa, juga dari zaman
Kerajaan Pertengahan, bertarikh kira-kira 1890 SM. Naskah ini berisikan soal
kata atau soal cerita, yang barangkali ditujukan sebagai hiburan. Satu soal
dipandang memiliki kepentingan khusus karena soal itu memberikan metoda untuk
memperoleh volume limas terpenggal: "Jika Anda dikatakan: Limas terpenggal
setinggi 6 satuan panjang, yakni 4 satuan panjang di bawah dan 2 satuan panjang
di atas. Anda menguadratkan 4, sama dengan 16. Anda menduakalilipatkan 4, sama
dengan 8. Anda menguadratkan 2, sama dengan 4. Anda menjumlahkan 16, 8, dan 4,
sama dengan 28. Anda ambil sepertiga dari 6, sama dengan 2. Anda ambil dua kali
lipat dari 28 twice, sama dengan 56. Maka lihatlah, hasilnya sama dengan 56.
Anda memperoleh kebenaran."
Akhirnya,
lembaran Berlin (kira-kira 1300 SM) menunjukkan bahwa bangsa Mesir kuno dapat
menyelesaikan persamaan aljabar orde dua.
Berikut ini adalah sistem numerisasi Mesir Kuno :
1 = 2 = 2 = 3 = 3 = 4 = 4 =
10
100
= 1.000 = 10.000 = 100.000
= 1.000.000
Bersifat aditif,
dimana nilai suatu bilangan merupakan hasil penjumlahan nilai-nilai lambang-lambangnya.
Lambang dan simbol bilangan Mesir
Lotus flower ( bunga teratai )
|
Pointing finger ( telunjuk )
|
Polliwing / burbot ( berudu )
|
Astronished man ( orang astronis )
|
Scrool ( gulungan surat )
|
Vertical staff
|
Heel Bone ( tulang lutut )
|
7. Jepang-Cina
Sistem angka Jepang adalah sistem nama nomor yang
digunakan dalam bahasaJepang .Angka-angka Jepang dalam menulis
seluruhnyadidasarkan pada angka Cina dan pengelompokan sejumlah besar
mengikuti Cina tradisi pengelompokan oleh 10.000. Dua set
pengucapan untuk angka ada di Jepang: salah satu didasarkan
pada Sino-Jepang (on'yomi) pembacaan dari karakter Cina dan
yang lainnya didasarkanpada Jepang kotoba Yamato (kata
asli, kun'yomi bacaan).
Ada dua cara penulisan angka dalam bahasa Jepang,
di angka Arab (1,2, 3) atau di angka Cina(一,二,三). Angka
Arab lebih sering digunakan dalam menulis horisontal , dan angka Cina
lebih umum dalam menulis vertikal.
8. Maya
Contoh: menulis 258.458 dalam bilangan Maya
1(20)4 = 160.000
12(20)3= 96.000
6(20)2
= 2.400
2(20)1 = 40
18(20)0 = 18
+
258.458
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi nilai tempat adalah dimana suatu
nilai itu berharga tergantung pada letaknya.
Sedangkan sistem numerasi disebut sistem tempat
jika nilai dari lambang-lambang yang digunakan menerapkan aturan tempat,
sehingga lambang yang sama mempunyai nilai yang tidak sama karena tempatnya
berbeda.
B. Kritik & Saran
...............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
Wijaya,yuni. Makalah Nilai Tempat. http://yuni-wijaya.blogspot.com. Diakses pada
tanggal 24 Oktober 2012
Wicaksono.
Konsep Dasar Bilangan Sistem Numerasi. http://wicaksono17ainul.blogspot.com.
Diakses pada tanggal 24 Oktober 2012